Jumat, 29 Mei 2009

MAHAYANA PATA SADHANA VARNA SAMGRAHA


Oleh: Acharya Dipamkara Srijnana

Namah Sarvabuddha Bodhisasttva Bhyah!

Engkau yang ingin mencapai Samyaksambodhi dan keagungan tiada
tara
Engkau bertanggung jawab pada latihanmu sendiri
Pusatkan usahamu pada pokok-pokok latihan.

Kita telah terlahir sebagai manusia diberkati kebebasan yang sangat berharga
Sungguh kesempatan yang langka
Sungguh sukar memperoleh status ini setelah mati
Berusahalah keras melatih diri dan jadikan hidup ini berarti.

Seorang Buddha telah datang, Sangha berkembang dengan pesat
Dan kita telah terlahir sebagai manusia, sungguh kesempatan yang amat langka
Setelah menemukan Guru, jangan jadikan hal ini menjadi sia-sia.

Bagaikan sebuah pelita di tengah badai, hidup ini sungguh tidak aman
Laksanakanlah Dharma sekuat tenaga, seakan-akan tubuh dan kepalamu terbakar.

Segala kebajikan yang ada, di dunia ini maupun di alam lain
Timbul dari praktek orang bijaksana, yang menjadikan latihan sebagai kegiatan utamanya
Mengetahui kebahagiaan di sini dan sesudahnya, orang bijaksana yang akan mengabaikannya?
Jadi sungguh tepat apabila orang yang waspada, hendak berlatih dengan sungguh-singguh.

Orang yang lemah dalam menjalankan latihan
Yang pikirannya terikat pada obyek-obyek nafsu indria
Sangat jauh dari kemuliaan
Dalam hidup saat ini maupun yang akan datang.

Hanyut dalam khayalan dan siksaan penderitaan kelahiran yang berulang-ulang
Makhluk yang lemah di dunia ini, mengalami segala penderitaan samsara
Dan tidak merasakan kebahagiaan sejati.

Oleh karenanya orang bijaksana menghindari keterikatan pada nafsu indria
Mereka hanya tertarik pada praktek.

Agar bebas dari keterikatan, renungkanlah keburukan nafsu indria
Sebagaimana yang diceritakan dalam berbagai sutra
Jagalah pikiran ini agar selalu bersih.

Akibat buruk dari ketidaktahuan adalah seperti orang yang meminum racun
Tidak sejalan dengan Dharma, menyebabkan penderitaan
Menjalar bagaikan api yang membakar rerumputan.
Nafsu keinginan membawa ketidakpuasan
Seperti rasa haus yang tak dapat dipuaskan oleh air garam
Hyang Buddha sendiri mengatakan tentang hal ini.

Nafsu keinginan sungguh berbahaya, seperti halnya memetik buah di atas pohon
Meski sebenarnya dapat dipetik dari ranting yang rendah
Bahkan tanpa meninggalkan tepi jalan.

Orang yang awam dalam pengetahuan Dharma
Menghancurkan diri sendiri (karena) godaan nafsu yang tiada henti
Ketahuilah bahwa keterikatan mendatangkan segala ketidakbajikan.

Keterikatan membawa penderitaan
Sejak waktu yang tiada terhitung lamanya
Kita telah mengembara dalam samsara, disebabkan karena keterikatan.

Arus keterikatan yang menggelora menyeret kita ke dalam lingkaran samsara
Segala ketidakbajikanpun timbul karenanya.

Keterikatan membahayakan kita sepanjang masa
Ia telah merugikan kita dalam kehidupan yang lampau
Demikian pula dalam kehidupan yang akan datang
Bahkan saat ini ia telah membahayakan kita.

Renungkan kenyataan ini
Pandanglah diri sebagai orang yang terpenjara
Terkurung dalam kerangkeng samsara
Sehingga timbul rasa kecewa terhadap kelahiran yang berulang-ulang.

Menyadari sulitnya hidup terpenjara
Seorang narapidana menyesal atas kejahatan yang telah dilakukannya
Merasa kecewa terhadap samsara
Jika narapidana melihat kesempatan untuk melarikan diri dari keadaannya yang tidak menyenangkan
Ia tidak akan melewatkannya, melarikan diri
Tidak seperti orang yang merasa puas dengan hidupnya.

Sekarang kita memiliki kesempatan menyeberangi samudra samsara
Tak usah meniru orang lain
Mulailah perjalananmu sendiri dengan penuh semangat
Tinggalkan kehidupan duniawi.

Oh yang berpikiran cerdas, yang hendak mengakhiri penderitaan sendiri serta yang lain
Hindarilah keterikatan sebagaimana menghindarkan tanganmu dari sambaran api
Bukankah lebih bijaksana bila menjadikan praktek Dharma sebagai kegiatan utamamu?

Mereka ingin berhasil pada sang jalan, harus memiliki dasar pengetahuan Dharma
Ia pertama-tama harus berlindung pada Hyang Triratna,
Kemudian melaksanakan berbagai praktek
Dan terus menerus merenungkan ‘enam hal’.

Seorang siswa yang sedang berlatih
Harus selalu merenungkan kualitas Kebuddhaan yang tiada taranya
Hal ini akan memperkokoh usaha dalam melatih diri
Dan memperteguh keyakinannya – akar dari seluruh Dharma.

Setetes embun di atas sebatang rumput tak akan bertahan lama
Karenanya orang bijaksana tak akan berbuat kejahatan dalam hidup yang singkat ini
Karena kejahatan penyebab penderitaan
Terlahir di alam yang lebih rendah.

Jagalah kemurnian ‘kesepuluh sila’
Dan laksanakan praktek pratimoksha dalam berbagai tingkatan
Sesuai dengan kemampuanmu.

Sumber kesucian yang berlimpah-limpah
Adalah ajaran dan praktek
Inilah kekayaan yang harus dicari.

Meski demikian sila harus senantiasa menjadi dasar
Jika sila merosot tujuan latihanmu menjadi hancur
Akibat yang pasti adalah penyesalan!
Agar terhindar dari hal ini buanglah keangkuhanmu
Dan ingatlah ajaran-ajaran Gurumu.

Bagi yang hendak melaksanakan Mahayana harus membangkitkan bodhicitta
Bahkan meskipun memakan waktu satu kalpapun
Karena bodhicitta laksana matahari serta bulan yang menerangi kegelapan dan meringankan penderitaan.
Karenanya pertama-tama bangkitkan bodhicitta, kemudian kembangkan ia hingga sekokoh Gunung Meru.

Orang yang hendak membangkitkan dan mempraktekan bodhicitta
Harus selalu merenungkan ‘brahma vihara’
Maitri serta lainya, ia harus menghindari kebencian dan iri hati
Serta mohon berkah untuk itu.

Orang yang membiarkan kewaspadaannya terlena,
Praktek Dharmanya akan merosot
Jadikan kewaspadaan sebagai yoga utama.

Seperti orang tua yang melindungi anak tunggalnya
Seperti orang bermata satu yang menjaga matanya dengan seksama
Sebagaimana pengelana yang memelihara penunjuk jalannya
Serta pohon yang menjaga buahnya, jagalah pikiranmu dengan kewaspadaan.

Bodhicitta adalah akar dari Pencerahan
Kegiatan para Bodhisattva yang pantang menyerah
Semua timbul karena kekuatan bodhicitta.

Jika seseorang tidak memiliki bodhicitta
Meskipun ia melaksanakan ‘enam paramita’ dari dana hingga prajna
Prakteknya akan jauh dari sempurna
Karena dasarnya tidak kokoh.

Sebagaimana para sravaka dan pratyeka Buddha yang melaksanakan ‘enam paramita’
Tidak membangkitkan Mahayanacitta
Hanya membawa kebajikan bagi dirinya sendiri semata.

Seseorang dapat saja mencapai berbagai samadhi yang tiada terhitung
Serta mencapai keempat rupa jnana dan arupa jnana
Hal itu tidak akan memberi kemampuan untuk menyeberangi samudra samsara.

Memakai bodhicitta sebagai wahana
Tiada henti melecut kuda
Menyadari kematian sebagai cambuk besi, bergegas melewati dunia yang penuh ancaman
Mencapai Kebuddhaan yang bebas dari segala kecemasan.

Dengan berdiam dalam pikiran yang melindungi sila mulia serta pranidhana
Angkatlah sumpah bodhisattva
Secara bertahap sesuai kemampuanmu laksanakan seluruh praktek bodhisattva
Contohnya ‘keenam paramita’.

Bacalah sutra yang berisi jalan bodhisattva, juga pelajari sastra
Tidak merasa jemu pada ajaran-ajaran itu, selalu berusaha belajar lebih dalam lagi
Demikianlah sumber setiap kemajuan batin
Seperti halnya samudra yang menampung seluruh aliran sungai, yang menjadi tempat harta karun tersimpan.

Semua kitab suci agung sang jalan terpuji
Mengandaikan Guru sebagai samudra luas yang menampung seluruh air di dunia ini
Segala kemuliaan terkumpul di jalan ini.

Mahir dalam praktek bodhisattva, memiliki keyakinan teguh
Di jalan bodhisattva yang luhur tiada taranya.

Waspada, penuh perhatian dan sadar
Menjaga kemurnian pikiran menolak pengaruh ilusi
Yang begitu kuat mengalir dalam arus pikiran.

Pikiran senantiasa terserap dalam perenungan pokok-pokok ajaran Pencerahan
Putra Hyang Buddha yang berlatih dengan cara demikian
Tak akan mengalami kemunduran dalam prakteknya.

Segala kegiatan tubuh, ucapan dan pikiran
Harus disesuaikan dengan ajaran Guru
Jadikan kitab suci Mahayana sebagai penasehat pribadimu.

Jauhi segala hal yang tidak sesuai dengan Dharma
Dan lakukan segala sesuatu yang sesuai dengan Dharma
Orang bijaksana yang menjadikan praktek Dharma sebagai kegiatan utamanya
Sungguh orang mulia, pahlawan sejati – tak perlu diragukan lagi mereka akan bahagia dalam hidup saat ini maupun yang akan datang.

Jangan membuang waktu bersama mereka yang tak tertarik pengetahuan batin
Jauhi segala keduniawian, hiduplah di tempat yang tenang jauh dari keramaian
Laksanakan berbagai praktek dengan tekun dan teratur
Jangan mengimpikan kehidupan duniawi.

Jangan memandang kesalahan orang lain, sebaliknya lihatlah kesalahan sendiri
Demikian pula, orang bijaksana menghindari berbicara kasar kepada yang lain.

Putra Hyang Buddha yang berlatih dengan cara demikian
Akan memperoleh kebahagiaan sebelum kematiannya
Ini diucapkan sendiri oleh Hyang Buddha.

Menghina dan merendahkan orang lain merupakan pendorong yang menyebabkan kemerosotan batin sendiri
Lakukan meditasi memandang semua makhluk sebagai seorang Guru
Pelihara sikap ini kepada mereka yang melatih diri serta para Bodhisattva.

Bagi yang telah diupasampada perangkap terbesar adalah menerima pemberian serta penghormatan umum
Hindari keterikatan pada hal itu
Karena bebas keterikatan pada benda-benda merupakan sumber kebahagiaan bagi para bijaksana
Bagaikan kuntum bunga teratai yang mekar dalam air kolam.

Yang telah diupasampada memiliki tanggung jawab khusus dalam memelihara Dharma suci
Mereka seyogyanya hidup dalam ‘empat jalan luhur’
Yaitu sikap yang tidak berlebih-lebihan dan seterusnya
Sedikit keinginan dan merasa puas dengan hidup sederhana
Hyang
  Buddha juga menganjurkan mereka agar melaksanakan ‘dua belas dhutangga sila’.

Hiduplah hanya dengan memiliki sedikit benda dan abaikan apa saja yang menyebabkan timbulnya kemelekatan
Jadilah seperti pengembara di negeri asing
Memakan apa saja yang didapatkan pada saat itu
Sebagaimana burung-burung yang sedang bermigrasi.

Upaya melatih diri dipuji dalam sutra sebagai usaha mulia
Kendalikan pikiran yang sulit dijinakkan dari satu ilusi ke ilusi lainnya.

Bila tidak, meski telah belajar siang malam akan tersesat dalam kesibukan duniawi
Mencari pujian misalnya
Yang pada akhirnya hanya akan menimbulkan pertengkaran
Arahkan semua kegiatan belajar hanya untuk mempraktekkan Dharma.

Hidup ini mudah sekali tersia-siakan
Kemajuan batin mudah sekali merosot
Kemudian kematianpun datang
Pikiran akan menderita penyesalan yang tak terkirakan.

Tenang tak tergoyahkan oleh keduniawian yang menipu orang biasa
Saatnya akan tiba di mana nama seseorang tak akan diingat lagi oleh siapapun
Meski hanya sekejap
Bahkan tak akan tertinggal abu tulang belulangnya.

Apa arti kekayaan harta benda, kedudukan dan kemasyhuran yang tidak kekal itu?
Orang bijak akan bertanya pada dirinya sendiri, mengapa aku tidak sadar saat itu?

Orang yang berada pada tahap awal latihan
Akan sulit menenangkan pikiran bila tidak disertai dengan ketenangan lahiriah
Karenanya mereka menjahui keramaian duniawi
Tinggal di hutan yang sepi.

Tinggal secara berkelompok dapat menimbulkan kemerosotan dan keterikatan
Sehingga terus-menerus terseret dalam lingkaran samsara
Karenanya hindari pergaulan
Dan dengan terus-menerus awasi pikiranmu penuh kewaspadaan.

Hindari kegemaran akan tidur
Tujuan hidup menyepi adalah untuk melaksanakan Dharma
Usaha yang bersemangat merupakan modal dalam menyelesaikan semua praktek.

Bermeditasilah pada ‘empat renungan’ tinggalkan ‘keempat pandangan salah’
Hindari kesenangan berbicara tanpa tujuan
Tumbuhkan kegemaran yang berguna.

Kulit tebu tidak mengandung air gula
Sari gula yang manis terdapat di dalam batangnya
Orang yang hanya mengunyah kulit tebu
Tak akan mengetahui manisnya sari gula.

Kata-kata Dharma laksana kulit tebu
Perenungan terhadapnya itulah sari tebu
Tinggalkan penggunaan kata-kata yang berlebihan
Pertahankan dengan kewaspadaan selami dalam dhyana yang berarti.

Sadarilah bahwa dirimu sedang mengenakan busana perang seorang Bodhisattva
Demi kebajikan semua makhluk
Jangan membeda-bedakan misalnya dengan sikap pilih kasih
Yang dapat merusak praktek bodhisattva.

Ucapan yang didorong oleh pikiran penuh nafsu keinginan akan pujian
Keuntungan atau penghargaan dapat menghambat praktekmu
Pahamilah bahwa sifat-sifat yang menghambat itu ada dalam pikiran.

Berusahalah tidak memiliki ikatan khusus
Terhadap teman dan sanak keluarga
Dengan sedikit kebutuhan
Karena keterikatan menyebabkan kelemahan dan rintangan dalam praktek kehidupan suci.

Hindari rencana-rencana terhadap berbagai pekerjaan, latih pikiran yang sulit ini di jalan yang lebih tinggi
Hindari kesenangan pada rencana-rencana yang tiada habisnya
Kenakan kejernihan kesabaran sebagai perhiasanmu
Kekuatan kesabaran sulit dilukiskan dengan kata-kata.

Amatilah keburukan ‘enam keterikatan duniawi’
Seperti, mencari keuntungan serta kehormatan
Dan berlatihlah selalu dalam kesucian

Meskipun praktek Bodhisattva sangat luas
Bila diringkas kesemuanya dapat dikelompokan menjadi dua bagian
Upayakausalya dan prajna
Keduanya laksana ibu dan ayah yang melahirkan anak-anak Bodhisattva.

Bagi yang ingin menjadi Bodhisattva
Harus menjadikan ayah dan ibunya – upayakausalya dan prajna
Bersatu padu tak terpisahkan.

Bila upayakausalya dan prajna dipisahkan
Jalan yang dilalui tak akan melahirkan anak-anak Bodhisattva
Seperti halnya laki-laki yang tak bersatu dengan wanita tak akan melahirkan keturunan
Memisahkan keduanya merupakan tindakan pemasungan.

Senantiasa merenungkan pranidhana yang menjadi akar dari Dharma
Bangkitkan dan tingkatkan keinginan untuk berlatih
Seperti halnya bulan yang bertambah besar dan kokoh bulat.

Jika keinginan untuk berlatih telah tumbuh
Tak pelak lagi praktekmupun akan tumbuh
Sebagaimana tanaman di tanah yang basah dan subur.

Dengan keinginan yang kuat untuk melatih diri
Engkau akan mampu memikul beban berat latihan tanpa lelah dan frustrasi
Hingga dapat menyelesaikan latihan mulia dalam waktu yang singkat.

Arah segala kemampuan untuk mengumpulkan kebajikan dan kebijaksanaan
Misalnya dengan ‘sepuluh cara mempraktekkan Dharma’.

Sebagai siswa pemula, penting artinya untuk membangun dasar yang kokoh dengan kedua hal itu
Karena pengetahuan dharma berawal dari situ, hingga dapat memenuhi harapan dunia
Buahnya akan mendatangkan rupa dan kebijaksanaan seorang Buddha.

Intisari perpaduan upayakausalya dan prajna adalah meditasi samatha yang dipadu dengan vipashana
Keduanya membawa kebahagiaan baik dalam hidup ini maupun yang akan datang.

Untuk mengembangkan siddhi yang dapat menghancurkan samsara, samatha harus dilaksanakan terlebih dahulu
Jika praktek meditasi samathamu lemah
Engkau tidak akan memiliki kekuatan meski telah berusaha keras
Karenanya laksanakan praktek samatha hingga mencapai berbagai samadhi.

Jauhi hal-hal yang menghambat samadhi dan tumbuhkan yang menunjang
Gunakan ‘delapan kekuatan’ untuk mengatasi rintangan
Ini laksana pematik api yang kering, yang dapat menyalakan api dalam pikiran
Ingatlah hal ini dengan baik.

Untuk menghalau kegelapan batin, jadikan samatha sebagai dasar vipashana
Agar meditasimu semakin berkembang pada saat antar meditasi
Setelah beranjak dari bersila dalam praktek keseharian
Anggaplah segala sesuatu berdasarkan ‘delapan hakikat’ yang menunjukan sifat ilusi atas segala sesuatu.

Engkau harus mengembangkan diri di luar praktek meditasimu
Mengamati usahamu selama duduk bermeditasi
Latihlah samatha dan vipashana secara seimbang dan terpadu.

Perpaduan kedua praktek ini membawa pada tercapainya ‘empat tingkat’ misalnya panas
Dan melahirkan terbukanya kebijaksanaan ‘sepuluh tingkatan’
Dalam waktu yang tidak lama engkau akan mencapai Penerangan Sempurna
Selanjutnya bagaikan permata cintamani ajaib memenuhi harapan semua makhluk yang lain.

Bila naskah terlalu singkat ia sukar dipahami
Tetapi bila terlalu panjang tak ada bedanya dengan ensiklopedia
Naskah ini mengutamkan kejelasan dalam menjelaskan ajaran lisan
Tanpa kehilangan rinciannya.

Keluhuran para Guru seluas samudra
Tak tergoyahkan oleh godaan duniawi
Mereka telah menyelesaikan latihan utama demi kebajikan semesta.

Mereka memiliki berbagai kecakapan
Membuka mata kebijaksanaan bagi makhluk yang sedang berlatih
Mereka menitikberatkan ajaran dan latihan
Sesuai ajaran lisan di samping kitab suci.

Menganggap ajaran mereka berguna bagi orang lain
Aku menuliskannya dalam kalimat.

Bagi mereka yang bermaksud menyelesaikan seluruh praktek utama
Dan menginginkan ajaran
Naskah ini merupakan sumber yang memenuhi kebutuhan batin
Bagi diri sendiri juga orang lain.

Naskah ini ‘Mahayana-patha-sadhana-varna-samgraha’ ditulis oleh Atisha Dipamkara-sri-jnana.

Deterjemahkan oleh: Romo Sumatijnana